Powered By Blogger

Senin, 24 Februari 2014

Virus Merah Jambu

Virus merah jambu, pertama kali aku dengar kata2 itu pada masa putih abu - abu. Menyandang status sebagai anak SMA di sekolah negeri yang lumayan dikenal namanya, SMANIC (nama sebutan untuk sekolahku). Sebelumnya, aku tak mengenal makna virus merah jambu yang notabene sering dibicarakan saat itu. Hingga suatu ketika, seorang kakak kelasku menanyakan tentang hal tersebut, aku hanya menjawab dengan gelengan kepala sambil memasang mimik wajah polos pertanda bahwa aku tak tahu. Seiring berjalannya detik demi detik, kutemukan maknanya. Ya, virus merah jambu diidentikkan dengan kondisi jatuh cinta. Seseorang yang terserang virus merah jambu tandanya sama persis seperti orang yang dilanda rasa cinta. Entah apa filosofi yang mendasari hal itu, tidak kuketahui sampai saat ini. Ya, bagiku tak terlalu penting kapan dan siapa pencetus istilah itu.

Kamis, 20 Februari 2014

Lebih Besar Sama Dengan

Mungkin judul tulisan gue kali ini agak kontroversial, terlalu mengarah ke nama suatu lambang yang sering dipake di pelajaran matematika. Bukan, bukan karena gue kuliah di bidang matematika dan bukan juga karena gue mau ngulas tentang pelajaran itu. Tulisan gue kali ini mau ngebahas tentang aksi - reaksi dalam hidup kita ini. Yak, pernah gue denger bahwa apa yang kita lakuin dan apa yang kita berikan ke orang lain, akan ada hasil yang kita terima juga sebagai feedback nya. Nah, disini lah analogi lambang lebih besar sama dengan itu berlaku. Hasil yang akan kita peroleh itu akan lebih besar atau sama dengan dari apa yang kita kasih dan lakuin. Kalau lo lakuin satu kebaikan, maka lo akan memperoleh hasil satu atau lebih kebaikan, ga akan kurang dari satu. Allah ga tidur, dan Allah ga akan memberikan hasil yang kurang dari usaha kita. So, lakuin yang terbaik dalam hidup kita, berikan yang terbaik, maka hasil yang akan kita terima pun akan baik pula. Teruslah memperbaiki diri untuk hidup yang lebih bermakna :D


Posted via Blogaway

Rabu, 19 Februari 2014

kontruksi novel vera dan ozzi


“Giza, bangun! Jangan salahin mama kalau kamu terlambat sekolah ya” suara teriakan mama yang masih sabar membangunkanku menelusup ke dalam telinga.

                Mau tak mau aku pun mulai membuka mata perlahan, rasanya enggan sekali meninggalkan tempat tidur. Mataku masih terasa sangat berat untuk kembali berakomodasi namun apa dayaku bila dunia telah merubah diri dari malam menjadi pagi. Hari ini adalah hari yang paling tak kusukai di setiap minggunya. Ya, setiap hari Senin aku merasakan beratnya aktivitas sejak pertama kali aku memasuki dunia putih abu – abu. Hari terberat dimana aku harus mengatakan selamat tinggal kepada liburan akhir pekan, dan aku harus menyambut datangnya hari ini dengan upacara. Oh tidak, mengingat upacara bendera membuat suasana hatiku semakin menjadi tidak bagus. Sekolahku memang langka dalam menentukan jadwal upacara, 06.00 merupakan angka keramat bagi seluruh siswa SMA Panca Sejahtera setiap hari Senin. Bisa dibayangkan betapa menyebalkannya harus berdiri di tengah lapangan pada pagi buta seperti itu.
               
                Masih terbalut rasa malas, aku melirik jam digital berbentuk lumba – lumba yang kuletakkan di atas meja belajar. Dan, betapa terkejutnya aku hingga memekik keras tak tertahan ketika melihat angka 05.45 terpampang pada jam tersebut. Itu tandanya aku hanya punya waktu lima belas menit sebelum upacara dimulai, dan yang sangat tidak menyenangkan adalah sepertinya aku akan terlambat. Toleransi keterlambatan, jangan harap sekolahku memberlakukan itu. Tanpa pikir panjang aku berlari menuju kamar mandi, oh betapa bodohnya aku masih sempat bersantai terbuai dalam mimpi padahal sepertinya mama sudah berusaha membangunkanku sejak pukul lima pagi. Selesai bersiap – siap aku segera meluncur berlari untuk sampai ke depan komplek rumahku, dan aku menghela napas putus asa karena lima menit lagi gerbang sekolah akan ditutup.

“Mau berlari dengan kecepatan apapun pasti tetap akan terlambat, lebih baik naik ojeg biar cepat sampai” gumamku penuh kekesalan.

                Mataku berkeliling mencari tukang ojeg, namun aku tidak menemukan tanda – tanda keberadaan mereka satu pun. Wah, gawat kalau sampai aku terlambat dan harus menjalani hukuman yang dijamin akan membuat kaki pegal – pegal selama beberapa hari. Jalan jongkok dan squat jump menjadi hukuman andalan bagi para guru untuk memberi peringatan kepada siswa yang terlambat, dan sepertinya hari ini aku akan mencicipinya. Ingin sekali berteriak sekencangnya disaat genting seperti ini, Oh Tuhan bantulah aku.

                Tiba – tiba ada motor yang melintas di hadapanku. Entah mendapat inspirasi dari mana aku pun berteriak dengan wajah memelas, “STOP, STOP, STOP, STOOOOOP”!

`