“Aku tak ingin pergi”, ujarnya singkat.
Jantungku tersentak dan menoleh ke
arahnya, senyum tipis terkembang di wajahku. Ingin bersorak di hadapannya
mendengar kalimatnya tadi, namun aku tak boleh egois, kesempatan tak datang dua
kali, dan inilah jalan menuju mimpinya meski perasaanku harus terkorbankan.
Kutarik napas panjang, dan dengan mantap aku mulai angkat bicara, “Mimpimu
sudah di depan mata, jangan kau sia – siakan kesempatan itu”.
“Aku masih ingin di sini, menjaga dan mewarnai harimu,
setidaknya dua atau tiga tahun lagi”.
Aku tersenyum, “Kita masih di bawah
cakrawala dan berpijak di bumi yang sama, sejauh apapun kau melangkahkan kaki,
kau masih tetap bisa menjagaku”.
“Mengertilah, tak semudah itu aku beranjak dan bukan
hanya jarak yang menjadi pertimbangan”.
Sepertinya ada yang
disembunyikannya, mungkin tak sanggup diutarakan. Aku tak memaksa untuk
mengetahui rahasia hatinya, hanya dukungan yang mampu meyakinkannya untuk tetap
melangkah. Kuraih dan kugenggam erat tangannya, “Apapun yang mengganjal di
hatimu, tak usah kau hiraukan. Percayalah, kita tak akan selamanya berpisah.
Tuhan akan mempertemukan kita kembali di waktu dan tempat yang tepat. Pergilah,
kumohon padamu tak perlu khawatirkan aku, kejarlah mimpimu. Jika kau tak mau
melakukannya untuk dirimu, lakukanlah untukku dan keluargamu”.
“Baiklah Vhe, sebelum berangkat izinkan
aku memelukmu sekali ini”.
Tanpa menunggu jawaban dia menarikku
dalam pelukannya. Erat, seolah tak ingin terlepaskan hingga aku pun tak kuasa
menahan air mata yang sedari tadi sudah ingin tumpah. Kami sama – sama
menyadari bahwa berat untuk menghadapi perpisahan ini, namun aku tak ingin jadi
penghalang untuk masa depannya. Biarlah langkahnya ringan meraih cita – cita di
Negeri Kanguru, dan aku akan tetap di sini, menantinya kembali. Masih dalam
pelukannya, Indra membisikkan sebuah lagu untukku. Suaranya serak dan berat,
namun sangat jelas terdengar bait demi bait alunan lagu “Cinta dalam Hati”
milik band Ungu terurai dari lidahnya. Dilepaskan pelukannya dan beranjak
melangkah pergi. Kutatap sosoknya yang semakin menjauh dari jangkauan mataku dan
hanya tersisa bayangannya dalam benakku.
Tiga tahun kepergiannya, kudengar
kabar memilukan. Jarak Indonesia – Australia kini harus membentang lebih jauh,
sahabat terbaik telah pergi selamanya meninggalkanku. Penyakit kanker tulang
yang selama ini disembunyikan dariku telah merenggutnya. Kini Indra telah
tiada, dia telah berada dalam pelukan Tuhan. Bagaimana denganku? Terpukul,
menyesal, sedih, kehilangan, TIDAK!!! Lebih dari itu yang aku rasakan, butuh
waktu yang sangat lama untuk menyembuhkan hatiku atau bahkan sama sekali
tak dapat terobati. Hanya ada satu cara yang bisa dilakukan, IKHLAS, hanya itu
yang menguatkanku untuk tetap menjalani hidup. Bagiku, mungkin inilah jalan
terbaik yang telah tertulis untuk kami berdua. Kuharap Tuhan mempertemukan dan
menyatukan kami kembali, di tempat yang sangat indah, di Surga-Nya nanti.
3 komentar:
tulisannya bagus banget vhe
diangkat dr kisah nyata :')
semoga indra bahagia disana
tulisannya bagus banget vhe
diangkat dr kisah nyata :')
semoga indra bahagia disana
hehehe makasih gin, udah mau mampir dan ninggalin jejak di blog usang ku.
makasih juga atas komen positifnya.
aamiin yaa Robbal 'alamiin, Allah selalu menyayangi Indra lebih dari siapa pun :)
Posting Komentar