Powered By Blogger

Jumat, 05 Juni 2015

Sajak Rindu

Untukmu sosok yang masih dirahasiakan Tuhan, saat ini mungkin kita sedang diajarkan mendewasa oleh jarak. Menikmati kilau fatamorgana yang bercampur gradasi warna dunia. Hai, adakah rasa ingin berjumpa untuk sekedar saling sapa? Ah, mungkin saat ini pertemuan hanya menjadi angan - angan yang terlihat maya di antara kita. Aku di sini hanya mampu mengukir sajak rindu berteman hujan. Kamu, entah apa yang sedang kau rasakan di sana, mungkinkah ingat tentang diriku? Atau mungkin tidak ada setitik pun bayangku yang jatuh dalam kotak memorimu. Tak apa, kau hanya perlu melakukan satu hal untukku, berjanjilah untuk baik – baik saja di sana.
Mendewasalah bersama putaran waktu, mencari jati diri dan segenap keberanian untuk menghadapi panjangnya perjalanan ke depan. Kau tanya tentang rindu? Kalau ada pemilik rindu yang tak terbatas dan tak pernah tuntas, kupastikan itu adalah diriku. Aku merindukanmu, sosok yang belum pernah kutemui, hanya mampu ku sapa lewat doa - doa yang terucap di berbagai kesempatan. Akankah kita dapat bersua, melebur dalam suatu peristiwa yang tak diduga dan melangkah bersama? Entahlah, kini aku pun terlihat sangat lancang untuk menyapamu dan memberi label "kita" dalam setiap celotehanku. Namun, tidakkah benar bahwa dua orang layak dinamakan "kita"? Atau aku salah, terlalu terburu - buru mengambil tindakan seenaknya, padahal bisa saja aku bercerita tentang "aku" dan "kamu", bukan "kita". Maafkan aku, tak terbersit niat sedikit pun untuk mendahului takdir. Hanya saja aku punya harapan besar kepadamu. Aku berdiri di tempat yang tak dekat denganmu, namun aku menunggu. Ya, hanya menunggu. Bukan karena aku tak berani untuk bergerak mendekat ke arahmu, namun aku ingin tetap menunggu kamu menghampiriku. Menunggu sosokmu untuk menggenggam tanganku mengarungi birunya langit dan samudera, bergegaslah. Menunggumu untuk merajut tali antara "aku" dan "kamu" hingga akhirnya membentuk simpul bernamakan "kita". Aku percaya, meski belum ada nama khusus yang terucap dalam rentetan doa-doaku, tapi ku yakin tak ada tulang rusuk yang tertukar. Apakah kamu juga pernah merasakan rindu sepertiku? Kusarankan untuk jangan kau pendam rindumu itu, berat, tak akan kuat. Biar aku saja yang ditikam rindu itu, akan kubagi pada semesta, tentang menikmati sajak rindu dalam jarak. Tak akan tega kubiarkan rindu menyiksamu. Tak akan rela kulihat perihnya senyum getirmu. Apa kabar dirimu, puan perindu? Inilah aku, sosok yang selalu merindu, mengumpulkan kepingan - kepingan sajak rindu yang menggunung. Cobalah keluar di kala hujan deras, hitunglah tetesan air langit yang jatuh. Sebanyak itu, ya sebanyak itulah bulir rinduku, nyaris tak mampu terhitung. Untukmu sosok rahasia yang kunantikan, semoga kau lekas datang, tak seperti pergi yang lupa jalan pulang. Tunggulah, saat pertemuan itu tiba ku inginkan waktu terhenti lebih lama, agar aku bisa menatapmu lebih lekat. Saat ini kuharap guyuran hujan dapat menyampaikan sajak rinduku, mampu menyejukkan taman hatimu, yang mulai mengering di bawah terik mentari. Masih kuat menunggu? Aku masih, menjadi penikmat cinta dalam jarak, yang selalu berhias simfoni hidup. Cobalah sejenak kau pejamkan mata, rasakan setiap desah napas yang kian lama kian membuncah, rasakan dengan hati yang kian lama semakin nyeri, di situlah rinduku bermuara, di dalam kokohnya ruang hati yang meraja.

2 komentar:

Serpihan dari Hati mengatakan...

Wah keren kak ...
Mampir ke blogku kak..

Verawati Nur Oktavia Rahayu mengatakan...

terima kasih :)
okeeeyyy, nanti aku melipir ke blog nya yaa hehehe